AbstrakBagaimanakah posisi jurnal Indonesia di dunia? Pertanyaan tersebut akan coba dijawab dalam makalah ini dengan menggunakan basis data jurnal open access (OA) (DOAJ) yang inklusif. Sebanyak 500 jurnal (peringkat ke-5), 420 diantaranya menggunakan bahasa Indonesia dengan lebih dari 51.000 artikel (peringkat ke-7) dengan tiga bidang teratas: pendidikan, agama Islam, serta bisnis dan perdagangan.Jumlah jurnal saintifik yang masif merupakan salah satu kekuatan kita, karena itu kepercayaan diri peneliti Indonesia untuk menuliskan karyanya dalam bahasa ibunya sendiri harus ditingkatkan untuk dapat menyampaikan pemikiran secara lebih jelas. Sebagai pendamping perlu dibuat abstrak panjang atau slide paparan dalam Bahasa Inggris. Dampaknya jumlah makalah akan meningkat, jurnal Indonesia dapat lebih menonjol, dan minat kepada jurnal yang meragukan menurun. Semangat ini diharapkan dapat meluas dalam lingkup ASEAN. Ilmu pengetahuan harus inklusif dan setara dengan modal utama originalitas dan kejujuran. Kementerian RistekDikti perlu segera memperluas metrik dampak riset untuk menumbuhkan iklim akademik di Indonesia.How is the position of Indonesian journals at international level? We will answer it using the inclusive DOAJ database. There are 500 Indonesian journals (5th rank), 420 journals of them are using Indonesian language, with more than 51,000 articles (7th rank). The top there fields are: education, Islam religion, and business and commerce.The massive number of scientific journals is our strength. Therefore Indonesian authors need to have more self confidence to write better using Indonesian language. Additionally, extended abstracts and slides in English can be attached to get more English speaking readers. The impacts are: the sum of Indonesia papers will increase and interests to submit to questionable journals will decrease. This movement should be shared to all ASEAN countries, because science is inclusive, equal, original, and honest. Hence, the ministry of research and higher education need to expand research impact metrics for better academic atmosphere in Indonesia. Kata Kunci: DOAJ, open access, Indonesia, publikasi, inklusifKey words: DOAJ, open access, Indonesia, publikasiPendahuluanTentang open accessBanyak pihak yang hanya memberikan komentar mengenai buruknya pengelolaan jurnal di Indonesia. Banyaknya keluhan dan kritikan tersebut mungkin ada benarnya, tapi yang Anda tidak tahu adalah jurnal Indonesia bahkan yang berbahasa Indonesia telah dikelola dengan baik, sehingga terindeks oleh Directory of Open Access Journal (DOAJ). Jadi quote kami bahwa Indonesia adalah surganya jurnal OA tidaklah berlebihan, terutama bila dibandingkan dengan kondisi di negara lain.Makalah ini ditulis untuk mengungkap lebih banyak fakta tentang status jurnal berbahasa di Indonesia di DOAJ. Mengapa DOAJ? DOAJ digunakan karena lembaga ini bersifat independen dan not for profit, untuk menghindari bias. Hal ini penting menurut penulis agar para pemangku kepentingan mengerti kondisi jurnal di Indonesia dari sisi kuantitas untuk menentukan kebijakan yang diperlukan untuk pengembangannya. Data dapat diunduh di repositori Zenodo.Open access (OA) sendiri pada dasarnya adalah gerakan membangun kesadaran bagi para peneliti/penulis/akademia pada umumnya untuk melakukan pengarsipan secara mandiri (self archiving) serta membuka aksesnya seluas mungkin, serta mempublikasikan karya ilmiahnya pada jurnal OA, yakni jurnal yang membebankan biaya publikasi dari sumber-sumber lain selain biaya langganan (subscription) dari pembaca. Biaya publikasi dapat berasal dari penulis dengan membayar article processing cost (APC), donasi atau sponsorship dari lembaga \cite{Tennant2015,WhatIsOp14:online}.Menyoroti fenomena Permenristekdikti No 20/2017 yang menghangat akhir-akhir ini dengan pro dan kontranya, sebenarnya tuntutan publikasi di negara berkembang telah terlihat, seperti tertulis dalam publikasi berikut ini. \cite{butler2013dark}Pressure to publish is often intense in developing countries, and vanity presses could attract unscrupulous researchers keen to pad out their CVs. But respectable domestic publishers could have an important role by helping to address local science issues, such as those related to crops, diseases or environmental problems \cite{butler2013dark}.Menurut kami jumlah jurnal OA yang tinggi di Indonesia adalah salah satu cara untuk mencapai target yang diatur dalam Permenristek Dikti tersebut.Kondisi OA di Berbagai NegaraSebagai pendahuluan, berikut ini adalah grafik jumlah jurnal OA pada berbagai negara (top 50) yang ada dalam database DOAJ (Gambar \ref{927545}). Indonesia berada pada urutan no 5 dengan jumlah jurnal terbanyak yang diindeks oleh DOAJ, setelah Brazil, UK, AS, dan Mesir. Di bawah Indonesia adalah Spanyol, Polandia, Jerman, Rumania, Iran, Italia, dan India. Anda mungkin belum tahu tentang ini \cite{Mengorek21:online}. Dalam perkembangannya jurnal OA menjadi pesaing jurnal non-OA. Dari sisi jumlahnya pun terus bertambah tiap tahun.Bila kita gunakan data Bank Dunia jumlah artikel total dari beberapa negara terlihat seperti pada gambar di bawah ini (Gambar \ref{539311}). Terlihat bahwa Jepang memimpin, disusul oleh Brazil, Malaysia, Mesir, Indonesia, Sudan, dan Kamboja. Jepang mengalami lonjakan jumlah publikasi menjelang tahun 2000. Demikian pula Brazil.Di kawasan Asia Tenggara, Malaysia memimpin. Lonjakannya terjadi di pertengahan 2005-2010. Kondisi tersebut akan berhubungan dengan grafik persentase belanja riset dan pengembangan (R/D) di tiap negara tersebut (Gambar \ref{131845}) dengan Jepang masih di urutan teratas. Yang menarik pada Gambar \ref{602702} dan Gambar \ref{226510}, dapat dilihat bahwa jumlah artikel akan berhubungan positif dengan persentase dana riset dan pengembangan yang dianggarkan dalam suatu negara. Khusus untuk Jepang, kami belum dapat menyimpulkan apakah kondisi yang sama juga berlaku berdasarkan hasil plot yang menunjukkan dua pola. Proporsi jumlah peneliti pada tiap 1000 penduduk juga menunjukkan adanya keterkaitan dengan jumlah anggaran R/D. Secara tidak langsung ini berarti bahwa penduduk merespon positif secara cepat terhadap jumlah anggaran R/D. Bila anggaran naik, maka jumlah peneliti akan naik, dan begitu pula sebaliknya. Namun apakah ini berkaitan dengan jumlah unversitas di tiap negara, perlu ditelaah lebih lanjut.